Pernyataan Sikap Masyarakat Peduli Kedaulatan Bangsa dan Negara: Tolak Dominasi WHO Melalui Amandemen IHR 2025

Nasional12 Dilihat
banner 468x60

INEWSFAKTA.COMJakarta, Sabtu 19 Juli 2025 – Bertempat di Hotel The Arcici, Jalan Keramat Raya No.1, Kec. Senen, Jakarta Pusat. Tokoh nasional DR. dr. Siti Fadilah Supari, SpJP(K) bersama Purnawirawan Komisaris Jenderal Dharma Pongrekun, mewakili Masyarakat Peduli Kedaulatan Bangsa dan Negara, menggelar konferensi pers guna menyatakan penolakan keras terhadap upaya dominasi World Health Organization (WHO) melalui Amandemen International Health Regulation (IHR) 2025.

Konferensi pers ini diselenggarakan bertepatan dengan batas waktu terakhir penolakan amandemen IHR yang jatuh pada hari ini, Sabtu, 19 Juli 2025. Jika tidak ada penolakan resmi dari negara anggota, termasuk Indonesia, maka amandemen tersebut akan otomatis berlaku mengikat mulai esok hari, tanpa melalui persetujuan rakyat atau parlemen.

banner 336x280

Amandemen IHR bukan sekedar dokumen teknis kesehatan. Ini adalah instrumen kolonialisme modern yang membungkus intervensi politik global dalam balutan kesehatan. Hari ini kami menyerukan agar pemerintah Republik Indonesia berani menyatakan penolakan resmi sebelum bangsa ini kehilangan kedaulatannya,” tegas dr. Siti Fadilah Supari dalam keterangan resminya.

Latar Belakang Ancaman Amandemen IHR

International Health Regulation (IHR) merupakan standar protokol penanganan krisis kesehatan global yang selama ini digunakan WHO sebagai rujukan. Namun, setelah dilakukan amandemen dan disahkan melalui konsensus sidang World Health Assembly ke-77 pada 1 Juni 2024, terdapat banyak ketentuan baru yang mengancam kedaulatan negara-negara anggota, termasuk Indonesia.

Bukan hanya Indonesia yang menolak. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Rusia sudah terang-terangan menolak, bahkan AS sampai menarik diri dari WHO karena menganggap kebijakan WHO telah melanggar konstitusi mereka,” ungkap Komjen (Purn) Dharma Pongrekun.

 

10 Poin Alasan Penolakan Amandemen IHR oleh Masyarakat Peduli Kedaulatan Bangsa

1. Kehilangan Kedaulatan Nasional
Penetapan status pandemi dan keadaan darurat global akan ditentukan sepihak oleh Direktur Jenderal WHO (Pasal 1, 12, 49), mengabaikan otoritas Presiden Republik Indonesia dan merampas hak pemerintah mengendalikan situasi di dalam negeri.

2. Manipulasi Definisi Pandemi
Definisi “pandemi” diperluas dan disamakan dengan kejadian luar biasa (KLB) tanpa batasan epidemiologis yang jelas (Pasal 1), membuka celah penyalahgunaan status pandemi.

3. Beban Finansial Sepihak kepada Negara
Pasal 44 mengharuskan negara membiayai semua penanganan pandemi tanpa batasan biaya, tanpa audit independen, berpotensi menjadikan Indonesia budak hutang global.

4. Minimnya Akuntabilitas WHO
Pasal 44bis menegaskan tidak ada kewajiban transparansi dana dari WHO, tidak ada mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kesalahan penanganan pandemi.

5. Prosedur Hukum Dilanggar
Draft amandemen tidak diserahkan minimal 4 bulan sebelum pengesahan (Pasal 55.2), sehingga secara hukum cacat formil.

6. Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Pasal 27 mewajibkan karantina paksa terhadap orang sehat (OTG), Pasal 31.2 mewajibkan vaksinasi bagi pelancong tanpa pengecualian. Ini dinilai melanggar UUD 1945 dan Hak Asasi Manusia.

7. Indoktrinasi Undang-Undang Nasional oleh WHO
Pasal 4 mengatur kewajiban negara menyesuaikan UU Nasional dengan standar WHO. Hal ini dinilai menyalahi kedaulatan legislasi nasional. Di Indonesia, praktik ini sudah tampak dalam Pasal 446 Omnibus Law Kesehatan.

8. Monopoli Produk Kesehatan Global
Pasal 15-18 memberlakukan sistem pre-qualifikasi produk kesehatan yang wajib diikuti, berpotensi memonopoli penggunaan vaksin atau pengobatan oleh korporasi besar internasional.

9. Perlakuan Paksa oleh Operator Transportasi
Pasal 24 mewajibkan operator transportasi untuk menyemprot penumpang dengan zat kimia tertentu tanpa persetujuan.

10. Penolakan Terhadap Sistem Supranasional Tak Demokratis
Proses pengambilan keputusan dalam WHO tidak demokratis, hanya elit kecil yang menentukan kebijakan global tanpa transparansi dan partisipasi negara berkembang.

Kami tidak anti WHO, tapi kami anti ketidakadilan global yang membuat negara kami tidak berdaya. Bangsa Indonesia harus bebas menentukan kebijakan kesehatan sendiri, tanpa intervensi lembaga internasional yang tidak bertanggung jawab terhadap rakyat kami,” kata dr. Siti Fadilah Supari.

Seruan Kepada Pemerintah Republik Indonesia

Atas dasar keprihatinan mendalam, Masyarakat Peduli Kedaulatan Bangsa dan Negara menyerukan:

Pemerintah Republik Indonesia segera mengirimkan surat resmi penolakan Amandemen IHR 2025 kepada WHO sebelum tenggat waktu berakhir.
Segera melibatkan akademisi, pakar hukum, masyarakat sipil, serta organisasi profesi kesehatan dalam menyusun kebijakan kesehatan nasional tanpa tekanan internasional.

Menjaga sepenuhnya kedaulatan bangsa dan hak konstitusional rakyat Indonesia dalam pengambilan keputusan kesehatan.

Kami tidak ingin melihat bangsa kami dijajah dalam sunyi, dijajah lewat pena, tanpa tembakan. Kami ingin bangsa ini berdiri tegak, merdeka, berdaulat penuh. Kami hanya ingin bangsa ini hidup bermartabat,” pungkas Komjen Dharma Pongrekun dengan nada tegas.

Penutup

Konferensi pers ini juga dihadiri sejumlah tokoh masyarakat, pegiat hak asasi manusia, serta perwakilan organisasi masyarakat sipil yang menyatakan komitmen untuk terus mengawal isu ini hingga pemerintah bersikap tegas menolak intervensi supranasional WHO yang mengancam masa depan kedaulatan bangsa Indonesia.

Atas nama Masyarakat Peduli Kedaulatan Bangsa dan Negara:

DR. dr. Siti Fadilah Supari, SpJP(K)
Purnawirawan Komjen Dharma Pongrekun.

(red/Maya)

banner 336x280

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *