Aktivis Lingkungan Cikupa Bela Lurah Bunder, Sebut Penutupan THM Butuh Koordinasi Lintas Sektor dan Solusi Komprehensif

Berita20 Dilihat
banner 468x60

INEWSFAKTA.COM | CIKUPA, TANGERANG –  Aktivis lingkungan dan tokoh pemuda Cikupa, Jumadil Qubro, memberikan bantahan keras atas desakan mundur Lurah Bunder, Hj. Ine Susilawati, Amd.Kep., SKM, yang dilayangkan oleh Ketua Fast Respon Indonesia Center (FRIC) DPW Banten, Habibi, terkait maraknya Tempat Hiburan Malam (THM) Cafe dan Karoke di wilayahnya.

Jumadil ​Qubro menilai pernyataan Habibi yang menuntut kemunduran lurah menunjukkan ketidakpahaman terhadap kompleksitas masalah penanganan THM ilegal yang melibatkan lintas kewenangan dan memerlukan solusi yang komprehensif, bukan sekadar tindakan satu pihak.

banner 336x280

​Menyambut Kritik, Namun Membela Upaya Lurah

​”Saya menyambut baik kritik dan sorotan dari rekan-rekan FRIC, karena ini adalah bentuk kepedulian masyarakat. Namun, menuntut Lurah mundur hanya karena THM masih beroperasi adalah tindakan yang terlalu prematur dan tidak adil,” tegas Jumadil Qubro saat ditemui di Cikupa.

Jumadil ​Qubro menyoroti fakta yang sudah diungkapkan, bahwa Lurah Bunder Hj. Ine Susilawati telah berulang kali melakukan upaya penutupan dan penyegelan, bahkan berkoordinasi dengan:
​Kecamatan Cikupa
​Ketua MUI Cikupa
​Pihak Kepolisian
​Satpol PP Kabupaten Tangerang

​”Pernyataan Lurah yang sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak membuktikan bahwa beliau tidak tinggal diam dan sadar bahwa masalah THM ini bukan hanya wewenang kelurahan. Ini melibatkan izin usaha, ketertiban umum, penegakan Perda, bahkan potensi masalah hukum,” jelas Qubro.

​THM Ilegal: Masalah Hukum, Bukan Hanya Kewenangan Lurah

​Jumadil Qubro menekankan bahwa penutupan permanen THM ilegal, terutama yang bandel dan berulang kali buka setelah disegel, adalah masalah penegakan hukum yang berada di tangan Satpol PP dan Kepolisian, didukung oleh Pemerintah Kabupaten.

​”Pernyataan ‘Negara kalah dengan pengusaha Ilegal’ seharusnya ditujukan kepada lembaga penegak Perda dan hukum, bukan secara eksklusif kepada Lurah. Lurah adalah ujung tombak pemerintahan yang fungsinya sebatas koordinasi dan pelaporan, bukan eksekutor penyegelan permanen,” tambahnya.

Jumadil ​Qubro juga mengingatkan bahwa penanganan THM seringkali terkendala oleh proses hukum yang panjang. “Setelah disegel, para pengusaha ini seringkali mengajukan gugatan atau kembali beroperasi secara kucing-kucingan. Ini yang harus menjadi fokus bersama, bagaimana menciptakan solusi hukum dan kebijakan yang lebih kuat,” pintanya.
​Peran MUI dan Tokoh Masyarakat Telah Maksimal

​Mengenai kritikan terhadap peran MUI dan tokoh agama, Jumadil Qubro juga membela. Ia meyakini bahwa MUI Kecamatan Cikupa telah melaksanakan perannya dalam memberikan edukasi moral dan teguran kepada masyarakat dan pengusaha.

​”Peran MUI adalah di ranah moral dan rekomendasi, bukan eksekusi. Saya yakin MUI dan tokoh masyarakat sudah maksimal dalam menekan secara kultural, namun jika pengusaha tetap bandel, maka bola kembali ada di tangan pemerintah daerah untuk bertindak tegas melalui penegakan Perda,” tutup Jumadil Qubro, sembari meminta semua pihak untuk bersinergi mencari solusi, alih-alih saling menyalahkan.

Jumadil ​Qubro juga meminta FRIC untuk bersama-sama mendorong Bupati Tangerang agar mengeluarkan kebijakan yang lebih tegas dan memperkuat koordinasi penegakan hukum di lapangan, sebagai solusi jangka panjang yang tuntas.

(red/Hariri)

banner 336x280

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *