INEWSFAKTA.COM | Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ( DPR RI ) Komisi 2, mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum ( RDPU ) terkait laporan adanya Mafia Tanah, pada Senin ( 15/7/2025 ) yang salah satu agendanya adalah menerima audiensi dan aspirasi Korban Penggusuran Lahan Warga Panunggangan Barat ( KPLW-PANBAR ) yakni perwakilan warga Panunggangan Barat, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang, terkait Mafia tanah yang berakibat belum dibayarkannya ganti rugi tanah yang telah digunakan Pemerintah Kota Tangerang untuk proyek infrastruktur.
Korban Penggusuran Lahan Warga Panunggangan Barat ( KPLW-PANBAR ) adalah bapak Sapri, bapak Sarbini, bapak Djamhari dan ibu Enung dan diwakili oleh Antonius, menyampaikan keluhan serius terkait tanah mereka, yang disebut tanah negara dan belum dibayar oleh Pemkot Tangerang, meskipun tanah telah digusur dan dicor oleh Pemkot Tangerang.
Audiensi dipimpin oleh Dede Yusuf, Aria Bima dan Zulfikar Arse mendengarkan kronologis dari warga dan menegaskan bahwa lembaga tersebut akan aktif memfasilitasi dan mencari solusi agar ganti rugi dapat dicairkan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Komisi 2 DPR RI menekankan pula pentingnya penegakan hukum terhadap praktik mafia tanah, penerbitan sertifikat ganda, serta disparitas dalam penanganan kasus pertanahan.
Salah satu Pimpinan sidang RDP DPR RI Komisi 2, yakni Aria Bima, mengatakan, sangat mudah untuk mengidentifikasi kepemilikan tanah jika sertifikat tidak dimiliki oleh masyarakat, apalagi warga, Sapri, bapak Sarbini, bapak Djamhari dan ibu Enung adalah generasi ke tiga yang lahir dan tinggal di kampung tersebut. Bukan dua hari tinggal disitu kan ? Seloroh Aria Bima.
Disampaikan oleh Antonius, ” bahwa tanah warga diklaim sebagai tanah negara oleh dinas PUPR Kota Tangerang tanpa bukti dan alas hak yang jelas. Belakangan klaim tanah negara tersebut diralat sebagai Tanpa Nama. Ada apa ini ? Belum lagi, tidak ada pejabat yang dapat menjamin bahwa girik/ letter C dari warga pernah digunakan untuk transaksi dan pelepasan hak untuk objek tanah yang tidak sesuai. Warga Panunggangan Barat mengeluhkan prosedur administratif yang diskriminatif, yakni hanya pemilik sertifikat SHM yang diakomodir, sementara banyak ahli waris tidak lagi memiliki girik atau letter C sebab telah diserahkan kepada Kades Panunggangan Barat saat masih berstatus desa dan masih dalam wilayah administrasi kabupaten Tangerang untuk keperluan mutasi “, ujar Antonius.
Lebih lanjut disampaikan, ” bahwa Dinas PUPR Kota Tangerang diduga menabrak dan hanya mencomot pasal dan ayat dalam UU No 2/2012 UU No 6/2023, PP No. 19/2021, Permen ATR/BPN No 19/2021 yang hanya menguntungkan Pihak Dinas PUPR Kota Tangerang. Misalnya, ketentuan Pasal Pasal 18 ayat (2) huruf g dan Pasal (3) yang dengan jelas mengatur pihak yang berhak jika alas hak lama tidak ditemukan “, ungkap Antonius. Komisi 2 DPR RI dalam kesimpulan RDP disebutkan bahwa Kementerian ATR/ BPN akan membantu Bapak Sapri, Bapak Sarbini, Bapak Djamhara dan Ibu Enung mendapatkan alas hak dan bukti lainnya termasuk Surat Pernyataan Penguasaan Fisik dengan itikad baik menurut Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan pengadaan tanah, bagi pembangunan untuk kepentingan umum agar segera mendapatkan uang ganti rugi yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota Tangerang. Disamping itu Komisi 2 DPR RI membuka pintu selebar-lebarnya untuk datang melapor lagi, jika tidak ada tindak lanjut konkrit atas kesimpulan RDP ini “, ungkap Antonius.
Selaku Perwakilan warga Panunggangan Barat, Antonius menyampaikan terima kasih atas Audiensi bersama Komisi 2 DPR RI dan berharap kesimpulan RDP dapat segera di tindak lanjuti, sehingga penanganan ganti rugi warga Panunggangan Barat dapat segera diselesaikan oleh pemerintah Kota Tangerang dan pembangunan proyek yang mangkrak dapat segera dilanjutkan.
( Soleh )