MK Uji Aturan Fungsi Rumah Susun, Pemilik Kondotel Mengaku Dirugikan UU Rusun

Berita71 Dilihat
banner 468x60

INEWSFAKTA.COM | Jakarta, 14-12-2025 – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) terkait ketentuan fungsi pemanfaatan rumah susun yang dinilai merugikan pemilik satuan unit kondotel. Perkara tersebut teregistrasi dengan nomor 62/PUU-XX/2022 dan diajukan oleh empat orang pemohon yang merupakan pemilik unit kondotel, yakni Rini Wulandari, Hesti Br Ginting, Budiman Widyatmoko, dan Kristyawan Dwibhakti .

Permohonan uji materi ini secara khusus menyasar Pasal 50 UU Rusun, yang menyatakan bahwa pemanfaatan rumah susun hanya dapat dilakukan untuk fungsi hunian atau campuran. Para pemohon menilai ketentuan tersebut tidak mengakomodasi realitas kepemilikan kondotel yang secara praktik tidak sepenuhnya difungsikan sebagai hunian, namun juga bukan sekadar fungsi campuran sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.

banner 336x280

Kondotel Tak Diakui, Hak Pemilik Terabaikan

Dalam permohonannya, para pemohon menjelaskan bahwa konsep kepemilikan kondotel sejatinya memiliki kesamaan karakter dengan rumah susun, yakni berupa bangunan gedung bertingkat yang terbagi atas satuan-satuan unit, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Namun, akibat pembatasan fungsi dalam Pasal 50 UU Rusun, kondotel tidak diakui sebagai rumah susun yang sah secara fungsi.

Dampaknya, para pemilik unit kondotel tidak dapat membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Kondisi ini membuat pengelolaan kondotel sepenuhnya berada di bawah kendali pengembang, sementara para pemilik kehilangan hak kolektif untuk mengurus kepentingan kepemilikan dan penghunian. Selain itu, satuan unit kondotel juga tidak dapat diterbitkan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun), yang berimplikasi langsung pada kepastian hukum atas hak kebendaan para pemilik .

Para pemohon menilai situasi tersebut sebagai bentuk kerugian konstitusional, karena hak atas kepemilikan dan kepastian hukum yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 menjadi tereduksi oleh pembatasan norma dalam UU Rusun.

Pemerintah: Tetap Harus Tunduk UU Rusun

Dalam persidangan, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan bahwa apabila pemilik kondotel ingin membentuk PPPSRS, maka mereka harus menundukkan diri pada seluruh ketentuan UU Rusun beserta peraturan pelaksanaannya. Pemerintah menegaskan bahwa rumah susun komersial harus memenuhi fungsi hunian atau campuran sebagaimana diatur undang-undang.

Pandangan serupa disampaikan dalam keterangan ahli pemerintah yang menegaskan bahwa sejak berlakunya UU Rusun Tahun 2011, ketentuan dalam UU Nomor 16 Tahun 1985 dan PP Nomor 4 Tahun 1988 dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, tidak ada ruang hukum bagi penerbitan SHM Sarusun terhadap bangunan yang tidak memenuhi fungsi hunian atau campuran .

Diminta Tafsir Konstitusional Bersyarat

Atas dasar tersebut, para pemohon meminta MK menyatakan Pasal 50 UU Rusun bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai mencakup fungsi “bukan hunian”. Mereka berharap MK memberikan tafsir konstitusional yang lebih inklusif agar kepemilikan kondotel memperoleh perlindungan hukum yang setara dengan rumah susun lainnya.

Perkara ini dinilai penting karena berpotensi memengaruhi tata kelola rumah susun komersial di Indonesia, khususnya yang berbentuk kondotel. Putusan MK nantinya akan menjadi penentu arah kebijakan hukum rumah susun, antara kepastian regulasi dan perlindungan hak konstitusional pemilik unit.

(Red/HB)

banner 336x280

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *